03 Mei 2009

Perkawinan Melalui Telepon Jarak Jauh

I. PENDAHULUAN
Perkawinan menurut perundang-undangan yang berlaku adalah ikatan lahir batin seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. berdasarkan ketuhanan yang maha esa (UU no. 1 tahun 1974 pasal 1). Perkawinan pada umumnya dilakukan disatu tempat seperti masjid, rumah, atau gedung dimana suami istri dan walinya hadir dalam tempat tersebut namun seiring perkembangan jaman hal tersebut mulai banyak disimpangi karena terkendala faktor jarak akhimya ditempuhlah perkawinan jarak jauh dengan menggunakan peralatan modern seperti telekonference, MMS, telepon, surat elektronik, SMS, faksmili dan sebagainya.

II. RUMUSAN MASALAH
Perkawinan jarak jauh dengan menggunakan peralatan modern seperti telekonference, MMS, telepon, surat elektronik, SMS, faksmili dan sebagainya menyebabkan pertanyaan hukum dimana permasalahannya adalah mengenai status sah atau tidaknya perkawinan tersebut. Oleh sebab itu makalah ini dibuat untuk memperjelas status hukumnya.

III. PEMBAHASAN
“Saya terima nikahnya si Fulan binti Fulan dengan mas kawin sekian dibayar tunai”. Demikianlah lazimnya lafal kabul diucapkan mempelai pria usai pengucapan ijab oleh wali mempelai perempuan atau penghulu. Ijab dan kabul ini merupakan sebagian prosesi pernikahan agama Islam sekaligus salah satu rukun perkawinan yang diatur dalam Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Normalnya prosesi ini dilakukan dalam satu majelis. Artinya, ijab kabul dilakukan pada saat yang bersamaan dan disaksikan oleh dua orang saksi, namun situasi kini yang makin kompleks dan didukung kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi, Misalnya: via teleconference, telepon, surat elektronik (e-mail), layanan pesan singkat (SMS) maupun faksimili. Dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang perkawinan:

Kompilasi Hukum Islam (KHI)
v Pasal 4
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang no 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
v Pasal 14
Untuk melaksanakan perkawinan harus ada ;
a. Calon suami
b. Calon Istri
c. Wali Nikah
d. Dua orang saksi, dan
e. Ijab dan kabul
v Pasal 27
Ijab dan kabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas beruntun dan tidak berselang waktu.

UU 1/1974 tentang Perkawinan
v Pasal 2 (1)
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

Menjawab soal ijab kabul, Rifyal Ka’bah, hakim agung, menyatakan, selama dapat diyakinkan bahwa ’suara’ di seberang sana adalah orang yang berkepentingan, maka hal tersebut sah-sah saja. Soal pengertian satu majelis, Rifyal berpendapat pengertian satu majelis saat ini tidak bisa disamakan dengan satu majelis zaman nabi (Iskandar, 2008).
Rifyal yang menyabet gelar master dari Department of Social Sciences, Kairo, Mesir ini menganalogikan ijab dan kabul perkawinan dengan perdagangan yang menurut Islam juga harus dilakukan dalam satu majelis. “Tapi sekarang jual beli ekspor impor ’kan tidak begitu. Buyer (pembeli, red)-nya di Amerika Serikat, kita di sini. Dan itu di seluruh negara Islam dipandang sah-sah saja,” contoh Rifyal. Namun bukan berarti Rifyal setuju dengan penggunaan seluruh media komunikasi untuk ijab kabul perkawinan jarak jauh. Ia berpendapat teleconference dan telepon sebagai sarana yang memungkinkan ketimbang surat elektronik (surel), SMS dan faksimili. Alasan Rifyal lebih bersifat otentifikasi media yang digunakan. Artinya, sulit untuk memastikan bahwa surel, SMS maupun faksimili yang dikirimkan tersebut benar-benar dikirim oleh orang yang bersangkutan (Iskandar, 2008).
Senada dengan Rifyal, Abdus Salam Nawawi, Dekan Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, menyadari perkembangan dunia saat ini tidak bisa lagi membatasi ijab dan kabul harus dalam satu ruang dan waktu. Menurut Abdus Salam, inti dari ijab dan kabul adalah akad atau perjanjian. Karenanya, sama dengan Rifyal, Abdus Salam berpendapat akad nikah atau ijab kabul sama dengan ijab kabul dalam jual beli. ”Pada prinsipnya sama harus ada ijab dan kabul yang jelas. Nah apabila kedua pihak yang berakad ini tidak berada satu majelis, kemudian melalui bantuan teknologi keduanya dapat dihubungkan dengan sangat meyakinkan, itu menurut saya dapat ’dihukumi’ satu majelis,” jelas Nawawi (Iskandar, 2008).
Ijab kabul melalui telepon dipandang sah bila dapat dipastikan suara yang didengar adalah suara orang yang melakukan ijab kabul. Begitupun apabila ijab kabul dilakukan lewat surat elektronik dibacakan oleh kuasanya yang sah di depan dua orang saksi nikah dan banyak orang.
Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pernah melakukan perkawinan jarak jauh. Ia saat itu menempuh studi di Mesir dan saat ijab kabul mewakilkan dirinya kepada orang lain lewat surat kuasa. Saat itu, Gus Dur sebagai mempelai pria diwakili kakeknya dari garis ibu, KH Bisri Syansuri.
Hampir semua imam fikih berpendapat ijab kabul harus satu majelis. Namun ulama kontemporer, dengan menimbang persoalan ekonomi, baru-baru ini memperbolehkan perkawinan jarak jauh.
Jika dilihat dari syarat sahnya suatu perkawinan menurut Undang – undang dan hukum Islam maka perkawinan melalui peralatan modern tersebut tidaklah masalah sepanjang syarat tersebut terpenuhi.

KESIMPULAN
Maka dapat disimpulkan bahwa hukum pernikahan melalui telepon jarak jauh adalah sah selama syaratnya terpenuhi yaitu adanya:
· Mempelai laki-laki dan perempuan
· Maskawin
· Ijab qabul
· Wali
· Saksi

DAFTAR PUSTAKA
Saputra, Dhedy. 2008. Keabsahan Perkawinan dan Perceraian Jarak Jauh. http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2008-saputradhe-8149&node=608&start=11&PHPSESSID=7ef6e323a54e817 c51a603fa3c103195. Diakses 30 Maret 2009

Iskandar, Dedy. 2008. Seputar Ijab Kabul dan Perceraian Jarak Jauh. http://patemanggung.ptasemarang.net/index.php?option=com_content&task=view&id=33&Itemid=47. Diakses 30 Maret 2009

Kompilasi Hukum Islam (KHI)

1 komentar:

  1. Sam & Rin, aku nyoba dulu ya...! Thanks for a lot of info yg u tulis... Buat lagi yg buanyaaak ya...

    BalasHapus